Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Showing posts with label Green_Renewable_Energy. Show all posts
Showing posts with label Green_Renewable_Energy. Show all posts

Monday, January 2, 2017

Metamorfosa Kayu Bakar, Perubahan Iklim, Energi Terbarukan

Sumber: http://www.fao.org/forestry/energy/en/

Wood is considered humankind’s very first source of energy. Today it is still the most important single source of renewable energy providing about 6% of the global total primary energy supply.

More than two billion people depend on wood energy for cooking and/or heating, particularly in households in developing countries. It represents the only domestically available and affordable source of energy. Private households’ cooking and heating with woodfuels represents one third of the global renewable energy consumption, making wood the most decentralized energy in the world.

Woodfuels arise from multiple sources including forests, other wooded land and trees outside forests, co-products from wood processing, post-consumer recovered wood and processed wood-based fuels. Wood energy is also an important emergency backup fuel. Societies at any socio-economic level will switch easily back to wood energy when encountering economic difficulties, natural disasters, conflict situations or fossil energy supply shortages.
Woodfuels are a very important forest product. Global production of fuelwood exceeds the production of industrial roundwood in terms of volume. Fuelwood and charcoal production is often the predominant use of woody biomass in developing countries and economies in transition.

Today wood energy has entered into a new phase of high importance and visibility with climate change and energy security concerns. Wood energy is considered as a climate neutral and socially viable source of renewable energy, but only when meeting the following conditions:

Wood arising from sustainably managed resources (forests, trees outside forests, etc.).Appropriate fuel parameters (water content, calorific value, shape, etc. ).Efficient incineration or gasification minimizing indoor and outdoor emissions.Cascade use of wood fibres – favouring material use, re-use and recycling before energy use.

Thursday, August 21, 2014

Yetti Rusli : Kemenhut Ingin Kembali Menjadi Prime Mover Ekonomi Indonesia

KBRN, Jakarta: Kementerian Kehutanan (Kemenhut) optimis dapat kembali menjadi prime mover atau penggerak utama ekonomi Indonesia, seperti pada saat Hak Pengusahaan Hutan (HPH) baru digulirkan pemerintah.

Pasalnya, banyak sumber daya hutan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, seperti persoalan bahan bakar minyak (BBM) yang mengharuskan pemerintah menyediakan dana subsidi tidak sedikit untuk menekan harga bahan bakar dari energi fosil itu.

Bappenas Dukung Kemenhut Kembangkan Wood Pellet

KBRN, Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendukung upaya-upaya Kementerian Kehutanan untuk pengembangan energi terbarukan  (renewable energy) dalam memenuhi kebutuhan energi baik untuk rumah maupun industri.

Hal itu diungkapkan Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Wahyuningsih Darajat, dalam Diskusi Nasional Perubahan Iklim yang digelar Kementerian Kehutanan di Jakarta, Senin (18/8/2014).

Kendala dan Manfaat Energi Biomassa Kayu di Indonesia

 KBRN, Jakarta : Peluang biomassa kayu di Indonesia cukup menjanjikan, sebagai salah satu solusi tantangan krisis energi nasional.

Kayu dari sumber daya hutan yang berkelanjutan, dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar solid atau padat, bahan bakar cair, maupun dibuat menjadi gas.

Andreas Dewatmoko, salah satu deklarator Masyarakat Pegiatan Biomassa Energi Hutan Indonesia (MPBEHI) mengungkapkan, secara kuantitas jumlah biomassa kayu di Indonesia belum dapat dihitung, namun secara perkiraan kasar dapat mencapai 30 juta ton.

Saturday, August 9, 2014

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc Deklarasikan Masyarakat Pegiat Biomassa Hutan Indonesia (MAPEBHI)

Pada 22 Juli 2014, bertepatan dengan hari pengumuman  hasil pilpres 2014, di Kantor Dewan Energi Nasional telah dideklarasikan LSM yang bergerak di bidang hutan dan energi dengan nama MAPEBHI (Masyarakat Pegiatan Biomassa Energi Hutan Indonesia). Para deklarator antara lain adalah Prof. Dr.Ir. Syamsir Abduh, Dr. Yetty Rusli, Ir. Nanang R. Ahmad, Andreas Dewatmoko, dll.

Friday, July 18, 2014

In Madura, Pioneering an Eco-Friendly Firewood

JakartaGlobe (27/6/2014) Bangkalan, East Java. Irham Rofii stands out from your run-of-the-mill Muslim preacher, even here on the island of Madura, off the coast of Surabaya, which is home to a bevy of high-profile clerics and their Islamic boarding schools.

Indonesia Can Develop Biomass Energy

JakartaGlobe - Warsaw. Lack of non-renewable energy sources and an increasing need for renewable energy sources has forced Indonesia to shift gears and refocus its attention, it was revealed during the UN Framework Conference on Climate Change.

“Indonesia has tremendous potential to produce biomass, the market is there, we just need a policy to move forward,” Yetti Rusli, the special staffer for climate change at the Forestry Ministry told the Jakarta Globe during the side event of the conference.

Tuesday, July 1, 2014

Alih Teknologi “Energi Terbarukan Biomasa Kayu: Metamorfosa Kayu Bakar”

“Biomassa yang berkelanjutan dapat memberikan fraksi yang signifikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca CO2. Sumber biomassa bermanfaat untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan stok karbon yang tersimpan dalam tanah atau tanaman, (biomassa) juga memberikan keuntungan dalam bentuk mengganti emisi karbon dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak atau gas alam, pembakaran yang menambahkan karbon baru dan tambahan ke atmosfer dan menyebabkan pemanasan global”, demikian disampaikan oleh Dr. Yetti Rusli, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan dalam pembukaan Alih Teknologi Energi Terbarukan Biomassa Kayu : Metamorfosa Kayu Bakar”.

Friday, February 14, 2014

Lahan Gambut Bisa Kembangkan Hutan Tanaman Industri lewat Teknologi Ekohidro

Ketua Tim MRV (Measurement, Reporting and Verification) Kemenhut, Budi Indra Setiawan (kanan) berbincang dengan Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman Kemenhut Gatot Soebiantoro, Staf Ahli Menhut Bidang Perubahan Iklim Yetti Rusli (dua kiri), Staf Ahli Menhut Bidang Hubungan Antar Lembaga San Afri Awang (tiga kanan), dan Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) Kusnan Rahmin (dua dari kanan) usai pemaparan hasil kajian MRV 2010-2013 di Pekan Baru, Kamis (13/2). Hasil kajian para pakar lingkungan dan sosial yang tergabung di tim MRV menilai, proyek percontohan pengembangan hutan tanaman industri (HTI) di konsesi RAPP sesuai kaidah pengelolaan lahan gambut lestari. ANTARA FOTO/ HO/Rahmin/pd/14
[PEKANBARU, 13-2-2014] Lahan gambut bisa dikelola untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI) secara lestari dengan menerapkan teknologi ekohidro. Hal ini telah dibuktikan dari hasil pengukuran, pelaporan, dan verifikasi tim pakar yang ditunjuk Kementerian Kehutanan.

Thursday, November 28, 2013

Indonesia Optimis Capai Target Penurunan Emisi Tahun 2020 Lebih Cepat

 Di tengah makin tingginya tingkat ancaman kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan tetap tumbuhnya perekonomian demi kesejahteraan, penerapan ekonomi hijau atau green economy yang diprakarsai oleh Kementerian Kehutanan memang menjadi sebuah jawaban.

Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK nasional sebesar 26% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan dunia internasional pada tahun 2020 tidaklah main-main. Terbukti dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Selain itu dicanangkan pula target penurunan emisi GRK sebesar 0,767 Giga ton Co2-e.



Pemerintah kemudian melimpahkan sebagian besar target penurunan ini ke sektor Kehutanan dan Lahan Gambut, yaitu sebesar 0,672 Giga ton CO2-equivalen atau sebesar 87,60% dari target nasional. Kementerian Kehutanan memotori berbagai program untuk mencapai target penurunan emisi GRK 2020, diantaranya dengan memulai Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon Per Tahun (One Billion Indonesia’s Trees/OBIT) dan pengurangan deforestasi.

Program ini menjadi tumpuan karena pohon memang mesin alam atau jantung bumi yang mampu mengubah Karbondioksida (CO2) yang diserap dari udara menjadi Oksigen (O2) yang dilepas ke udara melalui proses fotosintesis. Agar kedua fungsi hutan ini berjalan optimal, Kementerian Kehutanan menggulirkan berbagai kebijakan seperti moratorium penerbitan izin baru konversi hutan alam primer dan lahan gambut, konservasi hutan, penegakan hukum dan pengendalian kebakaran hutan, pembalakan liar, penggunaan dan pelepasan kawasan hutan non prosedural dan penyelesaian konflik tenurial lahan hutan. Sementara upaya lain juga kerap dilakukan dengan meningkatkan daya serap karbon melalui rehabilitasi hutan dan penanaman pohon.

Tahukah Anda bahwa tak hanya berdampak aktif terhadap penyelamatan bumi, gerakan penanaman pohon ini juga mampu menopang pertumbuhan ekonomi atau yang lebih dikenal dengan istilah green economy? Simak saja kisah Ahmad yang sebelumnya berprofesi sebagai penghulu di Kampung Cugah, Lampung, mengaku bahwa pohon sengon yang ditanamnya sejak tujuh tahun yang lalu kini memiliki nilai jual yang tinggi, “Setiap meter kubik harganya sekitar Rp600.000-Rp700.000 di tempat. Padahal, saya tidak perlu melakukan perawatan. Jadi, harga tersebut jelas tinggi sekali,” jelasnya.

Berbagai kebijakan dan program tersebut berhasil menurunkan laju deforestasi cukup drastis yang pada periode tahun 1990-2000 mencapai angka tertinggi 3,51 juta hektar/tahun. Hingga kini, laju deforestasi yang tercatat berkurang menjadi 450 ribu hektar/tahun. Tidak hanya mampu menurunkan emisi dari sumbernya langsung, yaitu melalui pengurangan deforestasi, namun Kementerian Kehutanan juga mampu untuk menyerap Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai Emission Sink atau Sequestration.



Mengacu pada data di periode 2000-2006, laju deforestasi sebesar 1,125 juta ha/tahun, sedangkan penurunan deforestasi hanya sebesar 0,675 juta ha/tahun. Jika asumsi potensi volume 1 ha adalah 197m3 setara dengan 725 ton CO2e, maka penurunan emisi yang terjadi akibat penurunan laju deforestasi tersebut adalah sebesar 0,489 Giga ton CO2e = 489 juta ton CO2e. Dengan kata lain hasil ini mencapai 63,8% dari target RAN-GRK Nasional (767 juta ton CO2e atau penurunan 26% pada 2020) yang telah ditetapkan dalam PERPRES No. 61 Tahun 2011.


Hasil membanggakan ini semakin diperkuat dengan Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon Per Tahun (One Billion Indonesia’s Trees/OBIT) yang menambah jumlah penurunan emisi. Total hasil penanaman pohon hingga Oktober 2013 sebanyak 5,54 Milyar pohon. Jumlah tersebut menyerap karbon sebanyak 44 juta ton CO2e yaitu 5,8 % dari target 767 juta ton CO2e (26% tahun 2020).

Dengan demikian jumlah penurunan emisi karbon dari hasil upaya penurunan deforestasi dan penanaman pohon mencapai angka 533 juta ton CO2e yaitu 69,4% dari target 2020.

Pencapaian ini membuat Indonesia semakin optimis memenuhi komitmen penurunan emisi lebih cepat dari target waktu yang ditetapkan. Mari kita terus mendukung program Kementerian Kehutanan demi kelangsungan kita bersama.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi situs http://www.dephut.go.id . (adv)

Thursday, November 21, 2013

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

indonesiacop19.com - Warsawa, Polandia - Delegasi Indonesia menyelenggarakan sesi seminar bertema "Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks", yang diselenggarakan di booth Pavilion Indonesia pada area konferensi perubahan iklim COP-19/CMP-9 UNFCCC di Stadion Narodowy, Warsawa, Polandia pada Jumat (15/11/2013).


Staf Ahli Menteri Kehutanan bidang lingkungan dan perubahan iklim, Yetti Rusli usai seminar tersebut mengatakan Seminar menghadirkan narasumber dari Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan dan stakeholder terkait seperti Artha Graha Peduli membahas tentang inisiatif hijau pada kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, termasuk usaha konservasi kawasan dan spesies.

Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai contoh inisiasi hijau pada Kawasan konservasi Taman Nasional Tambling, Lampung dengan fauna konservasi antara lain Harimau Sumatra. disana konsentrasi fauna harimau sumatara, dikaitkan ekosistem yang dipelihara, sehingga juga memelihara karbon stok.

Juga dijelaskan mengenai hutan produksi dengan pengelolaan berkelanjutan dari kawasan gambut sehingga bisa menjaga karbon stok pada kawasan hutan di Giam Siak Kecil, Riau, Indonesia.

Sedangkan dari Kementerian Kehutanan menjelaskan mengenai contoh pelibatan masyarakat dalam proyek konservasi dan mitigasi perubahan iklim yaitu di Bangkalan Madura, dimana masyarakat diajak untuk menanam pohon Kaliandra Merah, untuk diolah menjadi pelet kayu bakar. (NR Fajar)

Wednesday, September 25, 2013

Wood Pellets : Tumpuan Energi Masa Depan

Dr. Ir. Yetti Rusli
Staf Ahli IV Bidang Lingkungan Kementerian Kehutanan RI
Siapa tak kenal tarian Gangnam-Style? Tarian menyerupai naik kuda yang dipopulerkan oleh Psy itu mewabah ke seluruh dunia. Sejatinya, tidak hanya demam Gangnam yang sedang melanda Korea Selatan. Negeri Ginseng-julukan Korea Selatan-itu pun sedang keranjingan wood pellets alias pelet kayu.

Hal ini mengemuka dalam seminar Biomass Pellets: Towards a new era of renewable energy yang dihelat oleh Kedutaan Besar Korea Selatan pada 5 September 2013. Dalam acara tersebut Duta Besar Korea Selatan di Indonesia Kim Young-Sun menyatakan bahwa Pemerintah Korea Selatan memandang wood pellets sebagai salah satu incaran dalam meningkatkan investasi bidang produk biomassa dari hasil produksi kehutanan di Indonesia. Bukan tanpa musabab Korea Selatan tertarik dalam mengembangkan investasi di bidang wood pellets. “Sejak 2008 Pemerintah Korea Selatan telah menerapkan kebijakan energi terbarukan,”tutur Young-Sun.  Walhasil pemanfaatan wood pellets selain memberi nilai tambah terhadap perbaikan lingkungan, menurut Young-Sun memberikan keuntungan ekonomis.


Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dalam Biomass Pellets : Towards a new era of renewable energy
Gran Melia Hotel, 5 September 2013
Duta Besar Korea Selatan
Kim Young-Sun
Senada dengan hal tersebut, Prof Prof Gyu-Seong Han dari Korea Association of Pellet menyoroti mengenai pertumbuhan konsumsi wood pellets di Korea Selatan yang terus melambung. Pada 2012 konsumsi wood pellets mencapai 174.000 ton. “Jumlah itu diperkirakan meningkat pada 2013 menjadi 500.000-630.000 ton ,” tutur Han. Seiring kebutuhan yang terus meningkat, Han menuturkan peluang impor dari negara lain pun terbuka lebar. Pada 2009, Korea Selatan mengimpor 12.043 ton. Jumlah itu meningkat menjadi 20.893 ton pada 2010 dan 29.678 ton pada 2011. “Pada 2012 mencapai 122.447 ton,” ungkap Han.

Prof Gyu-Seong Han


Sementara itu Dr. Yetti Rusli selaku Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan RI menekanankan mengenai pentingnya pemanfaatan energi terbarukan dalam mengatasi dampak ekologis perubahan cuaca. “Pemanfaatan wood pellets bisa menjadi salah satu solusi mengatasi  timbunan CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran fosil,” tutur Yetty. Selain itu Yetty pun menekanan mengenai potensi hutan rakyat dalam mensuplai kebutuhan bahan baku biomassa untuk kepentingan energi terbarukan.

Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh perusahaan Korea Selatan yang sudah bergerak dalam usaha pemanfaatan biomasa di Indonesia namun juga perwakilan investor. Demam wood pellets membuatnya digadang-gadang menjadi bahan bakar masa depan.

Berikut wawancara Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dengan salah satu stasiun TV Swasta :


Sumber :
http://greenmadura.or.id/2013/09/wood-pellets-tumpuan-energi-masa-depan/

Tuesday, September 3, 2013

Perusahaan Korsel kembangkan Wood Pellet di Indonesia

Sindonews.com – Sejumlah perusahaan Korea Selatan (Korsel) mencoba mengembangkan Wood Pellet di Indonesia dalam upaya mendapatkan sumber energi biomassa. Sebagaimana diketahui, 'Negeri Ginseng' itu telah memberlakukan kebijakan RPS (renewable portfolio standard), di mana perusahaan-perusahaan pembangkit tenaga listrik besar wajib menggunakan energi terbarukan.


Perusahaan konsorsium yang mencakup Depian Co Ltd, SK Forest Co Ltd, Halla Engineering & Construction Co Ltd, Korea Trade Insurance Corporation (K-Sure), Industrial Bank of Korea (IBK), serta Moody Korea (KIS) dan salah satu perusahaan pembangkit listrik di Korea Selatan, berencana menginvestasikan USD17juta untuk memproduksi Wood Pellet dan penanaman tanaman energi di Pelaihari, Kalimantan Selatan. Mereka akan memasok Wood Pellet ke Korea Selatan.

Melalui PT SL Agro Industry dan PT Inhutani III (KSO), konsorsium mulai membangun fasilitas pada tahun ini, yang diharapkan dapat beroperasi serta menghasilkan Wood Pellet pada 2014. Kapasitas pabrik mencapai 100.000 ton per tahun dan akan diperluas hingga 200.000 ton per tahun.

Untuk kemajuan proyek tersebut, PT SL Agro Industry dan PT Inhutani III menyelenggarakan dialog bisnis di gedung Manggala, pada 23 Agustus 2013. Para peserta dialog bisnis ini antara lain Yetti Rusli (Kementerian Kehutanan), PT Inhutani III, PT Inhutani I, II, IV, V, Perum Perhutani, Kedutaan Besar Korea Selatan dan Mitra Korea (K-Sure, IBK, Halla Engineering & Construction dan Depian).

"Proyek ini mencakup pembangunan fasilitas untuk memproduksi Wood Pellet dan penanaman kayu sekitar 2.000 hingga 5.000 hektar HTI. Saat ini PT Inhutani III sedang mempersiapkannya dan akan memasok bahan baku untuk memproduksi wood pellet," kata Direktur Utama PT Inhutani III, Bambang Widyantoro.

Kim Joonho, (Project Finance Coordination Department Generation & Desalination Director, K-Sure), K-Sure merupakan perusahaan top ke-4 di dunia dalam bidang asuransi perdagangan dan lembaga pemerintah, mengatakan, "IBK akan memberikan pinjaman sebesar USD12 juta dan K-Sure akan sepenuhnya sebagai penjamin."

Kepala Deputy General Manager, Kepala Bidang Prasarana Tim Keuangan IBK, Kim Yi Kon menyebutkan,  "Indonesia merupakan salah satu negara sumber potensial untuk kebutuhan Wood Pellet di Korea Selatan. Selain memberikan pinjaman untuk proyek di Kalimantan Selatan, IBK juga bersedia untuk memfasilitasi pinjaman untuk perusahaan lain di bidang yang sama."

Kepala Proyek Departemen Keuangan 2 Moody Korea (KIS), Ro Ik Ho menuturkan, "KIS merupakan afiliasi dari Moody, yang merupakan salah satu lembaga pemeringkat kredit terkemuka di  dunia, dan KIS akan menerapkan studi kelayakan proyek untuk memberikan keaslian dan meningkatkan kepercayaan publik."

Konselor Kehutanan, Pertanian, Perikanan dan Perubahan Iklim, Kedutaan Besar Korea Selatan, Lee Mira mengatakan, kerja sama konsorsium ini bisa berfungsi sebagai pilot project untuk perusahaan Korea Selatan lainnya yang mencari mitra dalam mengembangkan energi alternatif di Indonesia.

"Konsorsium akan menjadi model yang baik untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Namun, sulit bagi mereka untuk menemukan pasangan yang tepat untuk memulai sebuah proyek di Indonesia. Karena itu, Depian Co, Ltd dan PT SL Agro Industry memilih untuk berkolaborasi dengan PT Inhutani III sebagai perusahaan yang dikelola negara,” ujarnya.

Sumber :

Tuesday, July 9, 2013

Forest for Future Generations – Public and Private Responsibility for Sustainability

Pada 11-12 Juni 2013 telah diadakan konferensi internasional mengenai "Forest for Future Generations – Public and Private Responsibility for Sustainability"" oleh Kementerian Federal untuk Ekonomi & Pembangunan Jerman di Berlin - Jerman. Konferensi ini mengangkat isu yang sangat penting yaitu bagaimana kita bisa berperan penting dalam menjaga hutan.

Hutan adalah faktor penting dari perubahan iklim global, karena hutan bisa mengonversi karbondioksida menjadi oksigen. Sehingga hutan menjadi sumber penghidupan (habitat) bagi banyak spesis hewan dan tumbuhan. Dan manusia pun sangat bergantung dengan keberadaan hutan.


Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk melindungi hutan dan mengakhiri segala bentuk usaha yang merusak dan menghancurkan hutan (seperti penebangan hutan secara liar). Dalam konferensi ini hadir deputi dari berbagai kementerian kehutanan dari Indonesia, Vietnam, dan Kamerun serta lebih dari 170 ahli dalam bidang politik, bisnis, dan akademisi dari seluruh dunia. Mereka bersama-sama membahas situasi dan masalah hutan di tingkat internasional.

Berikut adalah dokumentasi kegiatan salah satu perwakilan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc.
stronguardian's Forest for Future Generations Berlin 2013 album on Photobucket

Beliau juga berkesempatan diwawancari oleh salah satu radio di Jerman. Berikut adalah streaming radio-nya :
Sumber :
Conferences : Forests for Future Generations
http://www.bmz.de/de/presse/bildergalerien/index.html

Saturday, July 6, 2013

Indonesia Kaya Energi Hijau

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar mengatakan Indonesia memiliki potensi energi hijau sangat besar.

"Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dari panas bumi yang kita miliki saja bisa menghasilkan 29.000 megawatt (MW), kemudian dari tenaga air 75.000 MW, kemudian dari tenaga surya, angin, sampah bisa mencapai 50.000 MW," katanya pada satu seminar di Jakarta, Rabu.

Saat ini, kata dia, energi hijau ini belum dimanfaatkan optimal, misalnya dari 29.000 MW potensi dari panas bumi yang baru digunakan sekitar 9.000 MW.

Indonesia, sambung Marzan, mesti beralih menggunakan energi hijau karena tidak bisa lagi tergantung kepada energi fosil atau minyak bumi. Jika Indonesia tidak beralih, maka impor akan terus meningkat sehingga mengancam ketahanan energi.

Namun Indonesia menghadapi masalah sulitnya mencari investor energi hijau.  "Salah satu cara untuk memikat investor adalah memberi insentif untuk energi terbarukan dan disinsentif untuk energi fosil. Ini banyak dilakukan negara-negara lainnya," demikian Marzan.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/383336/indonesia-kaya-energi-hijau

Friday, May 10, 2013

Bekasi canangkan Kota Hijau


Bekasi (ANTARA News) - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu, melakukan pencanangan sebagai daerah Kota Hijau guna meningkatkan kualitas tata ruang.

"Pencanangan ini tak sekadar upaya pemerintah merebut kembali Piala Adipura, tapi juga merupakan kepedulian nyata pemerintah akan kondisi bumi yang semakin panas," ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, di Bekasi, Kamis.

Menurut dia, pihaknya ingin berpartisipasi positif menjadikan bumi lebih nyaman di tengah laju pemanasan global.



"Cara mudah yang kami lakukan dan akan terus digencarkan ialah penanaman pohon," katanya.

Pencanangan tersebut ditandai dengan penanaman pohon yang merupakan simbolisasi dari pencanangan Bekasi Kota Hijau di Taman Alun-Alun Kota Bekasi.

Di sisi lain, penanaman pohon juga bertujuan untuk menambah luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Prasyarat sebuah daerah harus memiliki minimal 30 persen lahan RTH dari total luas wilayah membutuhkan waktu lama dan biaya tidak sedikit untuk merealisasikannya.

"Namun dengan partisipasi aktif masyarakat, juga perusahaan-perusahaan swasta yang berkegiatan di Kota Bekasi, upaya pemenuhan RTH sesuai standar itu pasti bisa diwujudkan lebih cepat dan murah," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi Dadang Hidayat menyebutkan, Kota Bekasi masih kekurangan 6 persen RTH publik dari yang disyaratkan.

Angka tersebut setara dengan perkiraan area seluas 1.200 hektare.

"Targetnya memang baru pada tahun 2030 nanti terpenuhi standar minimal tersebut. Namun kami terus berupaya supaya dapat mencapainya lebih cepat," katanya.

Salah satu caranya ialah dengan memperketat aturan mengenai pemanfaatan suatu lahan supaya tidak terjadi alih fungsi RTH untuk kepentingan lain. (AFR/KWR)

Editor: B Kunto Wibisono

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/373745/bekasi-canangkan-kota-hijau

Thursday, May 2, 2013

Poem of “The TREES FOR BETTER LIFE”


Heal the world by planting trees
Planting more means absorbing more CO2
Planting more means produce more green products
These are the anchor of forest for climate change solution..
HEAL THE WORLD BY PLANTING TREES..

Inspired by Michael Jackson Song "Heal The World"

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc


Tuesday, April 9, 2013

Masalah Perubahan Iklim di Indonesia dan Solusi Antar Generasi


Oleh Agus Supangat

Beberapa kajian dan proyeksi iklim dari lembaga dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa iklim di Indonesia telah mengalami perubahan, meskipun analisis ilmiah maupun data-datanya masih terbatas. Dari beberapa kajian tersebut tampak bahwa perubahan iklim memberi dampak terhadap multisektor.


Proyeksi iklim selalu mengandung ketidakpastian. Mengapa? Karena tantangan terbesar adalah melakukan kuantifikasi terhadap ketidakpastian tersebut untuk meningkatkan daya gunanya dalam mengambil keputusan.

Dalam hal proyeksi iklim berdasarkan Global Climate Model (GCM), setidaknya terdapat tiga sumber ketidakpastian yang harus diperhitungkan, yaitu skenario emisi gas rumah kaca, sensitivitas iklim global terhadap emisi gas rumah kaca (pemilihan model GCM), dan respon sistem iklim regional terhadap pemanasan global (model downscalling).

Catatan geologi dan crhyospheric perubahan iklim serta hasil observasi baru-baru ini menunjukkan bahwa sistem iklim berubah pada semua skala waktu dari beberapa tahun ke usia Bumi. Semua proses fisika, kimiawi, dan biologis mempengaruhi sistem iklim pada skala waktu puluhan, ratusan, dan ribuan tahun.

Sebagai contoh, gletser di puncak Jaya Wijaya berfluktuasi pada skala waktu dari tahunan sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Sejak revolusi industri, gas karbondioksida dipancarkan melalui pembakaran bahan bakar fosil dan akan diserap, didaur ulang, kemudian bergerak di antara atmosfer laut serta biosfer selama puluhan sampai ribuan tahun.

Hal paling penting dalam sains kebumian adalah data dari hasil pengamatan yang memadai. Tanpanya, prediksi tak akan terlalu banyak manfaat untuk mengambil keputusan. Penyempurnaan perlu terus dilakukan untuk mengatasi keterbatasan data maupun metodologi kajian perubahan iklim di Indonesia sehingga mampu memenuhi nasional akan kebutuhan informasi soal perubahan iklim yang lebih akurat.

Pengembangan dan perbaikan model sebagai alat, tidak banyak gunanya tanpa data. Jika kita tak mulai bergerak mulai hari ini, data pengamatan akan hilang selamanya. Kesulitan besar bagi para ilmuwan adalah mencoba memahami dan memprediksi sistem iklim dengan durasi terbatas ditambah data pengamatan yang sangat tidak memadai dibandingkan usia Bumi.

Sebagai gambaran, termometer baru ditemukan awal abad ke-17. Pengamatan atmosfer dengan cakupan global baru dilakukan akhir perang dunia kedua. Bahkan pengamatan laut skala global baru dimulai awal 1990-an. Terlebih lagi data bahang untuk gletser Greenland dan Antartika yang baru digarap awal abad 21. Data paleo memberikan catatan beberapa variabel (misalnya konsentrasi rata-rata karbondioksida global dari inti es) tetapi masih kasar dengan presisi terbatas untuk skala ruang dan waktu tertentu.

Gelombang permukaan laut memiliki periode dominan kurang dari satu detik. Gagasan untuk memahami fenomena seperti demikian merupakan gagasan tidak masuk akal. Para ilmuwan mencoba memahami sistem iklim namun harus berhadapan dengan masalah sulit untuk memahami fenomena fisik yang melebihi skala waktu dan rentang kehidupan manusia. Siapa yang mengklaim dapat memahami dampak gangguan besar terhadap sistem iklim berdasarkan data 10 tahun?

Memahami perubahan iklim akhirnya merupakan masalah bagi beberapa generasi. Sebuah generasi ilmuwan harus berkarya untuk kebutuhan generasi penerus, tidak berfokus hanya pada produktivitas ilmiah sesaat. Model iklim saat ini mungkin akan terbukti dalam 100 tahun mendatang. Dengan sampel cukup, kalibrasi secara hati-hati, pengendalian kualitas, dan data arsip untuk elemen kunci sistem iklim maka suatu model iklim akan sangat berguna. Masalah antar-generasi ini dihadapi pemerintah atau presiden dari partai apapun.

Prakiraan cuaca dan layanan cuaca nasional sering dianalogikan dengan masalah iklim. Tapi pengamatan dengan durasi lama memerlukan pendekatan yang sangat berbeda dibandingkan keperluan jangka pendek, seperti dalam prediksi cuaca.

Penggunaan data cuaca sebagai catatan iklim telah banyak dilakukan namun kalibrasi yang tidak memadai membuat dokumentasi menjadi amat lemah. Selain itu, terjadi kesenjangan temporal dan perubahan teknologi yang tidak terdokumentasi atau bahkan kurang dipahami. Pada akhirnya, penggunaan data tersebut terbukti meragukan dan tidak berguna.

Penggunaan sensor kelembaban pada radiosonde adalah contoh kasus perubahan teknologi dan kompromi perbedaan serius antar negara dalam menggunakan data cuaca untuk studi iklim (Thompson dkk.) sekaligus menunjukkan betapa sulitnya interpretasi data yang tampak sederhana untuk kemudian ditetapkan sebagai suhu permukaan laut.

Instansi pemerintah saat ini sudah dapat memberikan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan mendesak dari masyarakat, misalnya dalam meramalkan gelombang badai. Namun pemerintah belum melakukannya dengan baik dalam pengamatan jangka panjang.

Merancang, memelihara, dan mengatasi evolusi teknis pengamatan iklim adalah persoalan sulit yang butuh wawasan mendalam terhadap sifat masalah, teknologi, serta potensi yang tersedia. Ini tidak dapat dilakukan melalui kebijaksanaan sistem anggaran tahun ke tahun.

Yang dibutuhkan adalah paradigma kebijakan yang masih asing bagi sistem anggaran pemerintahan konvensional dengan jangkauan sampai puluhan tahun dan seterusnya. Ketidaksinkronan anggaran tahunan membuat semua program berisiko. Contohnya yaitu pembangunan sistem pengamatan iklim yang dimulai dengan administrasi namun berakhir dengan persoalan politik sehingga fatal akibatnya.

Menggambarkan dan memahami variabilitas puluhan tahun di laut bukan perkara mudah. Perlu kajian ilmiah yang jujur mengakui perlunya catatan jauh lebih lama daripada observasi yang tersedia sekarang. Ilmuwan muda tertarik pada fenomena tersebut namun tidak dapat melakukannya dalam jangka panjang. Jika masyarakat tidak menemukan cara untuk mendukung karir ilmiah yang diarahkan pada masalah tersebut, kita tak akan pernah memahami masalah mendasar yang penting ini.

Apa yang harus dilakukan?

Beberapa contoh yang relatif berumur panjang yaitu lembaga yang terfokus seperti universitas. Meskipun kesinambungan intelektualnya dapat diperdebatkan, universitas-universitas menunjukkan kemungkinan penciptaan infrastruktur dan perangkat penelitian iklim yang berguna antar-generasi.

Pendekatan yang mungkin dilakukan membutuhkan dedikasi sektor swasta atau pribadi dengan mempertahankan para ilmuwan terbaik yang bersedia mencurahkan sebagian waktu mereka untuk mengawasi aliran data bagi para ilmuwan generasi masa depan.

Cara lainnya adalah mempertahankan organisasi yang memiliki kompetensi ilmiah dan teknis selama puluhan hingga ratusan tahun. Sektor publik, swasta, nasional, dan lembaga mitra internasional memerlukan langkah ini untuk mengatasi kebijakan anggaran tahunan yang konvensional sehingga lebih akurat, menyajikan manajemen perkembangan teknologi yang jauh lebih baik, dan memperdalam pemahaman sehingga terhindar dari ketertinggalan dan penurunan kualitas.

Tanpa menggarisbawahi perubahan iklim sebagai masalah antar-generasi, proyeksi iklim dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim akan tetap kurang sempurna dan jauh dari kata memadai dalam menghadapi tantangan yang membentang di depan mata.

Oleh :
Dr Agus Supangat bertugas di Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim sebagai Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas Penelitian dan Pengembangan

Sumber :
http://sains.kompas.com/read/2013/04/05/19264229/Masalah.Perubahan.Iklim.di.Indonesia.dan.Solusi.Antar-generasi

Wednesday, March 20, 2013

Proyek A/R CDM pertama di Indonesia diluncurkan!


Selasa, 19 Maret 2013, bertempat di Gampong Pande, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, diluncurkan proyek reforestasi hutan bakau bertajuk "Mangrove Restoration and Coastal Greenbelt Protection in the East Coast of Aceh and North Sumatra Province, Indonesia". Proyek ini merupakan proyek aforestasi/reforestasi (A/R) Clean Development Mechanism yang pertama mendapat persetujuan Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) dengan pengembangnya Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) dan penyandang dana, konsorsium Livelihoods Fund.



Turut hadir dalam acara peluncuran ini adalah Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim/Anggota Komnas MPB, Dr. Yetti Rusli; Koordinator Divisi Perdagangan Karbon DNPI/Sekretariat Komnas MPB, Dicky Edwin Hindarto; perwakilan konsorsium penyandang dana, dan para pemangku kepentingan lokal (masyarakat, pemerintah daerah). Setelah sambutan-sambutan dari pengembang dan pemangku kepentingan, acara diakhiri dengan penanaman bakau oleh perwakilan-perwakilan para pemangku kepentingan.

Proyek ini sendiri bertujuan merehabilitasi 5000 hektar lahan bakau yang sudah rusak di Aceh dan Sumatera Utara dengan melakukan penanaman kembali dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Proyek akan dilaksanakan di 39 desa pesisir di Aceh dan Sumut serta diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 2.323.500 ton setara-CO2. Hutan bakau sendiri sangat banyak manfaatnya, antara lain sebagai habitat ikan dan kepiting, penahan angin dan gelombang, serta sumber bahan baku pangan alternatif. Di seputaran Gampong Pande, telah ada 48 hektar lahan yang ditanami bakau sebagai bagian dari proyek ini.

 

Lokasi penanaman Bakau di Gampong Pande, Banda Aceh



Penganan berbahan baku bakau



Sambutan dari Staf Ahli Menteri Kehutanan/Anggota Komnas MPB, Dr. Yetti Rusli



Berfoto setelah menanam bakau bersama

Dalam proyek ini, Livelihoods Fund melakukan investasi berupa dana pembibitan dan penanaman bakau serta menyediakan dana bergulir untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dana bergulir digunakan sebagai modal awal usaha masyarakat sehingga dengan demikian diharapkan masyarakat tidak tergiur untuk merusak lahan bakau yang sudah ditanami. Kredit karbon (Certified Emission Reduction) yang nantinya dihasilkan akan digunakan oleh salah satu anggota konsorsium Livelihoods Fund, yaitu Danone Group, untuk meng-offset emisinya secara sukarela.

Saat harga CER di pasar spot Eropa sangat rendah, kurang dari 0,5 euro per ton CO2, skema bisnis seperti ini memungkinkan pengembang mendapatkan harga karbon kredit yang layak untuk membiayai proyek. Persyaratan dari pembeli bahwa proyek harus mempunyai aspek pengembangan masyarakat yang tidak terpisahkan dari sisi penurunan emisi juga memberikan warna lain bagi proyek ini.

Dalam kondisi pasar karbon yang tengah lesu, proyek ini memberikan bukti bahwa pasar karbon masih bisa memberikan insentif untuk merealisasikan proyek penurunan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi nyata pada pengembangan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. (AS).

Sumber :
http://dnpi.go.id/portal/id/berita/berita-terbaru/294-proyek-ar-cdm-pertama-di-indonesia-diluncurkan

Monday, March 11, 2013

Menyongsong Model Proyek Karbon Bangkalan Madura

Makam Syekh Muhammad Kholil atau bebek goreng gurih nan menggiurkan. Ikon  wisata spiritual dan kuliner itulah yang biasanya kerap diingat orang tentang Kabupaten Bangkalan, Madura. Selain, tentu saja, karapan sapi yang melegenda.Kabupaten yang berada di ujung paling barat Madura itu kini lebih mudah diakses berkat kehadiran Jembatan Suramadu.Sebuah karya monumental yang berhasil menyatukan daratan Pulau Jawa dan Madura.Lewat jembatan tersebut, kini hanya perlu waktu tidak lebih dari setengah jam dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya untuk mencapai Bangkalan. Atau 2 jam jika ditempuh dari Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo. Walhasil kini tidak perlu repot lagi antre menggunakan jasa penyeberangan feri yang bisa memakan waktu 3—4 jam.



Pemandangan yang kerap terhidang begitu menginjak bumi Bangkalan adalah hamparan lahan kering kerontang.Itu pun tidak lupa diimbuhi oleh udara panas yang menyengat. Jika musim penghujandatang, lahan kering itu berganti menjadi hamparan padang rumput yang ditumbuhi ilalang. Pemandangan itu jamak dijumpai di seantero Bangkalan, tidak hanya di seputaran Jembatan Suramadu.Menurut Data Statistik RRL Jawa Timur (2007) lahan kritis di kabupaten yang sebelah baratdan selatan-nya berbatasan dengan Selat Madura itu diperkirakan mencapai 66,797 hektar (ha). Jumlah itu setara dengan 52% dari total areal luas kabupaten yang mencapai 127.518 ha.

Padahal sejatinya Bangkalan menyimpan mutiara terpendam: sebuah kawasan yang dipenuhi rerimbunan pohon yang menghadirkan atmosfer teduh dan udara nan sejuk. Untuk mencapainya tidaklah sulit, hanya 30 menit dari Jembatan Suramadu.Letaknya berada di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan.Di wilayah tersebut mudah dijumpai struktur tegakan beragam jenis tanaman.Tidak heran pemandangan yang tersaji bukan lagi menyerupai kebun tapi struktur hutan alam yang memiliki beberapa strata.Memasuki wilayah ini bak memasuki surga yang tersembunyi diantara hamparan lahan tandus di seputaran Bangkalan yang dibiarkan liar tidak terurus.
“Pohon kafir”
Hadirnya wilayah hijau tersebut bukanlah proses semudah membalikkan telapak tangan. Sebelum 1970-an dimana wilayah Geger tidak ubahnya seperti wilayah lain di Bangkalan. Bukit dan lahan-lahan yang ada tandus dan kering kerontang.Seluas mata memandang hanya hamparan tanah kering yang tersaji. Tidak heran setiap hujan yang mengguyur perbukitan di wilayah Geger akan menghasilkan banjir di wilayah Arosbaya yang berjarak 10 km arah barat dari Geger.
Kondisi itu berubah pada 1970-an saat H Muhammad Soleh beserta santri Pondok Pesantren Darrul Ittihad mulai menghijaukan lahan gundul di seputaran Kecamatan Geger. Saat itu tanaman akasiaAcacia auriculiformis menjadi andalan. Mafhum saja tanaman pionir itu cepat tumbuh dan tahan banting dengan kondisi tanah yang kurang subur.
Nyatanya tidak mudah merubah pola fikir masyarakat untuk gemar menanam.Apalagi, menurut H Noer Yanto SP, penyuluh yang turut mendampingi penanaman pada 1970, aroma politik turut pula mewarnai.Pada saat itu sedang marak pemilihan umum dan warga yang umumnya fanatik pada satu partai politik tertentu menganggap bahwa setiap bantuan bibit dari pemerintah yang dikuasai oleh suatu partai sebagai sesuatu hal yang terlarang.Tidak heran muncul istilah “pohon kafir” sebagai sebutan haramnya seseorang menanam pohon bantuan dari pemerintah.Namun, usaha penanaman tidak mudah patah arang.Lewat berbagai edukasi dan penyuluhan yang melibatkan tokoh agama setempat, masyarakat mulai menerima dan antusias terhadap program penanaman.
Hasilnya sungguh mujarab.Bukit kering kerontang hilang berganti rerimbunan hijau pohon.Perlahan pula pekarangan warga pun mulai rimbun oleh beragam jenis tegakan pohon.Pemandangan yang lazim dijumpai di Geger kini adalah perbukitan subur dengan aneka pohon jati, akasia, mahoni, pulai, serta tumbuhan buah-buahan.Bila dulu air menjadi barang langka, kini mata air bermunculan di mana-mana.Tidak ketinggalan cericit suara tonggeret sebagai pertanda kualitas lingkungan yang baik. Pun suara burung menjadi pemandangan sehari-hari yang memanjakan telinga.
Dampak positif tidak hanya dinikmati warga Geger.Penduduk Arosbaya yang dulu selalu kelimpungan diterjang banjir setiap tahun, sejak 2001 tidak lagi merasakan bahaya mengancam akibat limpasan air dari perbukitan di sekitar Geger.Setelah seabreg penghargaan tingkat provinsi, pada 1988 masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Gunung Mere diganjar penghargaan Kalpataru kategori penyelemat lingkungan dari pemerintah pusat.
Hutan lestari
Perjuangan tidak selesai dengan diraihnya beragam penghargaan bergengsi. Pada 2010, kelompok tani Gunung Mere meleburkan diri menjadi sebuah unit pengelolaan hutan atau Forest Management Unit (FMU) dengan nama Gerbang Lestari. FMU ini merupakan gabungan kelompok tani dari 3 desa yaitu Geger, Kombangan dan Togubang, semuanya berada di Kecamatan Geger.
Di tahun yang sama FMU Gerbang Lestari memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) untuk pengelolaan lahan seluas 2.889 ha. Sertifikat itu dikeluarkan oleh PT Mutu International Certification yang diakreditasi oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).LEI sendiri merupakan organisasi nirlaba beranggotakan lembaga-lembaga pengembang sistem sertifikasi hutan yang kredibel serta didukung oleh para pemangku kepentingan kelestarian hutan.
Walhasil memperoleh sertifikat PHBML dari LEI merupakan sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Dalam proses memperoleh sertifikat, FMU Gerbang Lestari memperoleh bimbingan teknis pengelolaan hutan lestari dari LSM Persepsi dari Wonogiri. Cerita sukses pengelolaan hutan di Geger sendiri sepatutnya digaungkan dan menjadi model contoh bagi wilayah lain di sekitar Bangkalan dan kabupaten lain.
Kebun Energi Masyarakat
Upaya kelestarian hutan bukanlah sebuah proses yang selesai begitu diraih sertifikat. Apalagi wilayah FMU sendiri masih dijumpai beberapa hamparan lahan kosong yang belum ditanami.Perlu kesungguhan dan upaya terus menerus agar kelestarian tetap terjaga.Salah satunya adalah konsep mengenai pengelolaan hutan lestari yang mendasarkan diri pada struktur sosial budaya yang khas dengan pelibatan kelembagaan sosial yang kuat lewat pemanfaatan lahan yang tersedia guna mewujudkan industri alternatif energi terbarukan.
Konsep tersebut yang tertuang dalam proyek Enhancing Sustainable Management of Community-based Wood pellets Production as Biomass Energy to Support Low Carbon Economy and Climate Change Mitigation in Bangkalan, Madura, East Javanyatanya mampu memikat hati Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Tidak ketinggalan pula staf ahli Menteri Kehutanan bidang lingkungan dan perubahan iklim Dr Yetti Rusli, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian Kehutanan, IDEAS Consultant, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) serta pihak terkait untuk memberi dukungan bagi proyek energi biomassa berbasis masyarakat.
Proyek ini didesain, pertama, mengembangkan kebun energy biomassa (Biomass Energy Estate yang selanjutnya disingkat BEE). Lahan yang dimanfaatkan adalah lahan kosong yang akan ditanami oleh kayu energy yaitu kaliandra merah Calliandra callotyhrsus. Jenis ini dipilih selain mampu memperbaiki kualitas kesuburan tanah, juga adapatif terhadap kondisi iklim yang ekstrim serta memiliki nilai kalori yang tinggi jika dibakar. Keunggulan lain adalah bungainya disukai oleh lebah serta daun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Selain itu setelah dipanen, trubus-annya mampu tumbuh cepat mencapai 3 m dalam jangka waktu 6 bulan.
Hasil panen dari BEE ini berupa batang-batang kayu kalindra yang selanjutnya digunakan sebagai suplai bahan baku industri wood pellet berbasis masyarakat. Luas BEE sendri ditargetkan mencapai 170 ha guna memenuhi kesinambungan kebutuhan bahan baku  bagi industri wood pellet. Kedua, mengembangkan industri wood pellet berbasis masyarakat sebagai penghasil sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.Pembangunan industri wood pellet berbasis masyarakat ini meliputi pembangunan pabrik berkapasitas 1 ton wood pellet per jam. Hal lain adalah mengembangkan jaringan pemasaran untuk memasarkan produk wood pellet menyasar pasar lokal ataupun ekspor.
Dibayangi keterbatasan dana, proyek ini tidak lupa melakukan beragam aktivitas untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan. Termasuk memastikan kesiapan masyarakat lokal dalam mengadopsi teknologi industri wood pellet, menyediakan BEE untuk memastikan kesinambungan bahan baku serta membuat tatakelola yang baik dan disepakati bersama mengenai pengelolaan industri yang disepakai oleh kelompok tani. Kombinasi dua desain itu diharapkan mampu melahirkan dampak positif tidak hanya dari sisi ekologi, namun juga aspek sosial, budaya dan ekonomi.Untuk menilai dampak proyek ini dimulai dari penetapan sebuah “baseline data” sosial, ekonomi, dan lingkungan di awal proyek. Di akhir proyek dan pasca proyek akan pula dihitung nilai delta setiap aktivitas ebagai bahan analisis evaluasi dampak yang ditimbulkan dari keberadaan proyek ini.
Perhitungan karbon
Sesuai dengan judul proyek yang menyinggung mengenai mitigasi perubahan cuaca, net carbon emissionakan dihitung untuk melihat sejauh mana dampak proyek ini memberikan kontribuasi pada mitigasi perubahan iklim. Hal itu dilakukan guna mendukung program pemerintah  Rencana Aksi Nasional/Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN/RAD GRK). Perhitungan “baseline data” kandungan karbon hutan di beberapa tipe hutan rakyat di FMU Gerbang Lestari akan dilakukan di awal proyek. Selain itu dihitung pula nilai serapan karbon di BEE pada waktu-waktu tertentu. Secara teknis, nilai total kandungan karbon pada tahun ke ((n+2)-n) akan menghasilkan nilai delta karbon.
Selain itu produk wood pellet sendiri sejatinya merupakan tipe energi terbarukan yagn bisa menggantikan bahan bakar fosil terutama batubara. Batubara yang tersimpan dalam perut bumi akan melepaskan gas karbondikoksida (CO2) jika dibakar sehingga menimbulkan emisi karbon yang cukup tinggi. Jika pemanfaatan wood pellet bisa menggantikan posisi batubara sebagai bahan bakar alternatif, maka CO2 yang dibebaskan ke udara sebagai hasil pembakaran merupakan carbon neutral. Artinya, karbon yang dilepas sama dengan karbon yang diserap.
Diharapkan gerakan penanaman kaliandara ini meluas tidak hanya di seputaran Kecamatan Geger. Tujuannyaagar dampak yang terjadi akan semakin luas sehingga memudahkan dalam menghitung level emisi pada areal yang lebih luas. Proyek ini sendiri secara khusus sejalan dengan gerakan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, konservasi, manajemen pengelolaan  hutan berkelanjutan (sustainable management of forest) serta peningkatan cadangan karbon.
Daru Asycarya
Project Manager
Sumber :
http://greenmadura.or.id/2013/02/menyongsong-model-proyek-karbon-bangkalan/