Pages

Hutan Kunci Bagi Sasaran Pembangunan

Hutan dunia memainkan perang penting dalam peralihan ke ekonomi hijau, tapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak guna menjamin hutan tersebut dikelola secara berkelanjutan

Pelet Kayu, Bahan Bakar Alternatif Rendah Emisi

Penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk industri besar, kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.

COP19 Warsawa : Indonesia Paparkan Inisiatif Hijau Dalam Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

"Green Initiatives on Protected Forest, Production Forest and National Parks" COP-19/CMP-9 UNFCCC, Warsawa, Polandia (15/11/2013).

Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks

ITTO co-hosted a discussion forum on “Forest Landscape Restoration: Enhancing more than carbon stocks” at Forest Day 6, convened during UNFCCC COP18 in Doha, Qatar.

Showing posts with label Others. Show all posts
Showing posts with label Others. Show all posts

Saturday, January 9, 2016

The Business & Climate Summit: an illustration of corporate commitment to a sustainable future

The vital involvement of the private sector

200 days before COP 21, the Summit brought together nearly 1,200 international leaders and investors from numerous sectors (energy, transportation, food, construction, public authorities, etc.) alongside François Hollande, Laurent Fabius and Ségolène Royal. Over the course of two days, UNESCO Headquarters was the venue for conferences on the technological, organizational and financial solutions needed to reach an ambitious, restrictive climate agreement.

Sunday, August 24, 2014

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc : Green Arsitektur Hutan Indonesia

Oleh: DR. Ir. YETTI  RUSLI, MSc.
(yetti.rusli@gmail.com; http://www.forestforlife.web.id)

1.   Hutan Indonesia perlu diselamatkan secara professional dengan landasan ilmiah dan empiris, tidak hanya terhanyut isu dan tanggapan sentimentil dunia yang pada beberapa tahun belakangan berkembang pembicaraan sepihak bahwa hutan Indonesia menjadi sumber emisi. Pandangan tersebut sangat tidak adil dan berpotensi menutup solusi cerdas yang dapat di sumbangkan oleh hutan Indonesia.
2.   Secara legal konstitusi, hutan menempati wilayah daratan Indonesia lebih kurang 65%, merupakan modal kebangkitan ekonomi Indonesia yang dapat menyentuh lapis akar rumput sampai ekonomi nasional dan global. 
3.   Selain manfaat hutan yang sudah dikenal umum (ekosistem, kayu dan nonkayu), hutan Indonesia dapat menjadi solusi mengatasi krisis dan subsidi energi nasional yang setiap tahun meningkat tanpa terselesaikan.  Kemampuan tersebut dapat berkembang sampai penguasaan pasar dunia energi berbasis biomasa kayu dengan menanam lahan marginal terbengkalai dengan jenis kayu energi (kayu bakar) dan dengan cara tanam Short Rotation Coppice System (SRC) atau tanam tebang trubus.  SRC ini dapat menghasilkan biomasa siap digunakan hanya dalam waktu 1 tahun dan bisa terus menerus dipanen selama 20-30 tahun dengan hasil berkali lipat dibanding sistem tanam konvensional. Sampai saat ini pembangunan kehutanan konvensional belum menyentuh inovasi dan potensi tersebut.

Thursday, August 21, 2014

Yetti Rusli : Kemenhut Ingin Kembali Menjadi Prime Mover Ekonomi Indonesia

KBRN, Jakarta: Kementerian Kehutanan (Kemenhut) optimis dapat kembali menjadi prime mover atau penggerak utama ekonomi Indonesia, seperti pada saat Hak Pengusahaan Hutan (HPH) baru digulirkan pemerintah.

Pasalnya, banyak sumber daya hutan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, seperti persoalan bahan bakar minyak (BBM) yang mengharuskan pemerintah menyediakan dana subsidi tidak sedikit untuk menekan harga bahan bakar dari energi fosil itu.

Tuesday, August 19, 2014

Kemenhut Meminta Pers Tidak Hanya Soroti Soal Emisi dan Kerusakan Hutan

KBRN, Jakarta: Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berharap pers tidak hanya menyoroti masalah emisi dan kerusakan hutan, namun juga mengimbanginya dengan menyampaikan berbagai informasi mengenai peran kehutanan dalam pembangunan.

“Mudah-mudahan teman-teman dari pers mengimbangi informasi ini. Terutama informasi global itu pokoknya yang disorot adalah emisi, hutan dan emisi, hutan dan kerusakan,” ungkap Staf Ahli Menteri Kehutanan bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim, Yetti Rusli, usai menggelar Diskusi Nasional Perubahan Iklim di Jakarta, Senin (18/8/2014).

Friday, August 15, 2014

Kesatuan Pengelolaan Hutan Jawaban bagi Keberlanjutan Program REDD+?

Proyek kerjasama teknis IJ-REDD+ antara Kementerian Kehutanan Indonesia dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) sudah berjalan selama 1 tahun, sejak 2013. Kerjasama ini bertujuan untuk membantu pengembangan mekanisme REDD+ dan menyiapkan prakondisi di Indonesia melalui pendekatan integrasi pada tingkat nasional, sub nasional dan lapangan. Target proyek IJ-REDD+ adalah Provinsi Kalimantan Barat meliputi Kabupaten Pontianak dan Ketapang, dan Provinsi Kalimantan Tengah yaitu di Kabupaten Kayong Utara dan Kubu Raya.   Kerjasama ini menargetkan empat kawasan hutan di Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Pontianak dan Ketapang. Termasuk didalamnya adalah kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang berada di Kabupaten Ketapang.

COP19/CMP9 tahun 2013 TERSUKSES untuk REDD+: Citius, Altius, Fortius

Penulis : Nurmasripatin, Yetti Rusli dan Kirsfianti Ginoga

Peran sektor kehutanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan adalah untuk menyelenggarakan pengelolaan hutan yang lestari baik dalam aspek produksi (ekonomi), aspek sosial dan lingkungan. Selain itu sektor kehutanan juga dihadapkan pada tantangan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), peningkatan stok karbon dan penyerapan GRK sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011.

Pada COP 19/CMP19 yang diselenggarakan pada tanggal 11 sampai dengan 23 November 2013 di Warsawa, isu kehutanan merupakan agenda persidangan yang paling berhasil dalam hal pencapaian jumlah keputusan.

Saturday, August 9, 2014

Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc Deklarasikan Masyarakat Pegiat Biomassa Hutan Indonesia (MAPEBHI)

Pada 22 Juli 2014, bertepatan dengan hari pengumuman  hasil pilpres 2014, di Kantor Dewan Energi Nasional telah dideklarasikan LSM yang bergerak di bidang hutan dan energi dengan nama MAPEBHI (Masyarakat Pegiatan Biomassa Energi Hutan Indonesia). Para deklarator antara lain adalah Prof. Dr.Ir. Syamsir Abduh, Dr. Yetty Rusli, Ir. Nanang R. Ahmad, Andreas Dewatmoko, dll.

Pemanasan Global telah menjadi iklim "normal"

Oslo (ANTARA News) - Pemanasan global telah berlangsung sangat lama sehingga kebanyakan orang bahkan tidak dilahirkan saat suhu Bumi lebih dingin dibandingkan suhu rata-rata pada 1985, kondisi yang mengubah pendapat mengenai iklim "normal", kata beberapa ilmuwan.

Thursday, June 5, 2014

Documents - 2015


Wednesday, January 15, 2014

Documents - 2014

2014 - Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc : Green Arsitektur Hutan Indonesia
https://www.mediafire.com/?32n8sbuad67cn53

2014 - Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc Deklarasikan Masyarakat Pegiat Biomassa Hutan Indonesia (MAPEBHI)
Link download : [satu] [dua]

2014 - Sustainable Forest Management, PES of Forests and the Future Perspective of REDD+ in Indonesia.
http://www.mediafire.com/download/ubg2u0q2lbzd6xl/2014+-+Sustainable+Forest+Management%2C+PES+of+Forests+and+the+Future+Perspective+of+REDD++in+Indonesia.pdf
Presented at the International Forum on Payments for Environmental Services of Tropical Forests (ITTO, FONAFIFO, MINAE, FAO), 7-10 April 2014, San Jose, Costa Rica.

2014 - Future Perspective of REDD+ Implementation and the National Forest Policy in Indonesia
http://www.mediafire.com/view/vjsw88o2ff3n2qr/Future_Perspective_of_REDD__Implementation_and_the_National_Forest_Policy_in_Indonesia.pdf

Tuesday, December 31, 2013

Documents - 2013

2013 - Booklet COP19/CMP9 tahun 2013 TERSUKSES untuk REDD+: Citius, Altius, Fortius
Penulis : Nurmasripatin, Yetti Rusli dan Kirsfianti Ginoga
http://www.mediafire.com/view/cig1td2wcl475r7/COP19_tahun_2013_Tersukses_untuk_REDD.pdf

2013 - Perubahan Iklim, Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pohon dan Hutan: Peluang atau Bencana?
http://goo.gl/N8ndkt

2013 - 300 years of sustainable forestry
http://www.mediafire.com/download/orqzt3gx4n6o5s5/300+years+of+sustainable+forestry.pdf

2013 - Forests in the next 300 years
http://www.mediafire.com/download/h4v6m644ai7zsl9/Forests+in+the+next+300+years.pdf

2013 - Indonesia Forest Gender Mainstreaming: Scaling up Best Practices (Presented at the 25th Asia-Pacific Forestry Commission - APFC, 4-8 November 2013: “Regional Workshop on Gender Mainstreaming in National Forest Policies, Rotorua, New Zealand)
http://www.mediafire.com/view/ajks7kckasjji6n/Indonesia_Forest__Gender_Mainstreaming_Scaling_up_Best_Practices.pdf

2013 - Sustainable Community Forests for Wood Pellet Biomass Energy in Bangkalan Madura,
Indonesia
http://www.mediafire.com/view/uzbiwok28ayoavz/YETTI_Wood_Pellet_Biomass_Energy_Madura_15_Nov_2013_Warsawa.pdf

2013 - Wood Mass Energy : Metamorfic of Fuel Wood/Kayu Bakar
http://www.mediafire.com/?bepupj157cb72xa

2013 - The Green Economy We Need
http://www.mediafire.com/download/ry6l3qoas3yjafn/The_Green_Economy_We_Need.pdf

2013 - Presentasi KH Irham Wood Pellet Membangun Masyarakat Seutuhnya
http://www.mediafire.com/download/syux0x0uf9r4rrd/Presentasi_KH_Irham_Wood_Pellet_Membangun_Masyarakat_Seutuhnya_.pdf

2013 - Payment for Ecosystem Services (PES) for Communities
http://www.mediafire.com/?gtxy1j1vroltp1q

2013 - Indonesia Forest Land Use System - Scaling up Best Practices for Future Green Living Planet (ASIA LEDS 2013 Manila)
http://www.mediafire.com/download/40lefg24fay0355/Indonesia_Forest_Land_Use_System_-_Scaling_up_Best_Practices_for_Future_Green_Living_Planet.pdf

2013 - Implementing Best Practices of Sustainable Forestry for Scaling up Efforts of Climate Change Mitigation and Adaptation
http://www.mediafire.com/?2d13lwc99814cg8

2013 - Biomass Pellets : Towards a new era of renewable energy
http://www.mediafire.com/download/sshodrl8hjwi095/Biomass_Pellets_Towards_a_new_era_of_renewable_energy.doc

2013 - 4th Indonesia Business Link : Forestry Indonesia Linking the Future Green Business
http://www.mediafire.com/download/b95i5b2timvmdkz/Forestry_Indonesia_Linking_the_Future_Green_Business_2013.zip

Friday, December 13, 2013

DNPI : Berikan pemahaman perubahan iklim sejak dini

Pemahaman tentang perubahan iklim perlu diberikan sejak dini kepada anak-anak agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.

Sekarang, menurut Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Ari Mochammad, ada kalanya masyarakat menjawab tidak tahu ketika ditanya seputar perubahan iklim.



"Misalnya ketika ditanya 'apakah Anda sadar udara yang Anda hirup mengandung zat tertentu? Jawabannya 'tidak'. Pertanyaan terlalu teknis," kata Ari Mochammad dalam acara diskusi mengenai Kota dan Perubahan Iklim yang diadakan oleh Mercy Corps, siang ini.

Padahal, lanjutnya, bahasa tubuh masyarakat mengatakan bahwa individu telah merasakan dampak perubahan iklim. "Pakai masker, itu menunjukkan mereka tahu (perubahan iklim)."

Pemahaman mengenai isu perubahan iklim menurutnya bisa diberikan sejak dini, melalui taman kanak-kanak misalnya. Tantangannya, bagaimana pengajar memberikan pemahaman dengan bahasa yang dapat dimengerti sesuai dengan usia pelajar.

"Penggunaan bahasa yang rumit dikhawatirkan menimbulkan kesalahan dalam definisi, memberi kesimpulan sehingga pendekatan yang dilakukan pun salah," lanjutnya.

Isu perubahan iklim tidak melulu menjadi ranah sains. Ari berpendapat, pelajaran mengenai moral hingga agama pun dapat disisipi isu perubahan iklim.

"Misalnya di agama, dalam konteks kita mengimplementasikan ajaran, tidak merusak alam," katanya.

Indonesia sebagai negara kepulauan tropis dengan jumlah penduduk yang tinggi berpotensi mengalami dampak perubahan iklim.

Indonesia sudah merasakan dampak perubahan iklim seperti kekeringan panjang, banjir, fluktuasi temperatur ekstrem, penurunan produktivitas pertanian, penyakit berbasis vektor, cuaca dan iklim ekstrim, dan degradasi lahan.

Menurut Ratri Sutarto, Manajer Program Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN), mengatasi dampak perubahan iklim merupakan isu strategis yang membutuhkan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan.

Dengan adanya pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab kerentanan serta risiko iklim lokal, para pemangku kepentingan kota akan dapat merumuskan strategi yang lebih baik.

Editor: Suryanto

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/408876/berikan-pemahaman-perubahan-iklim-sejak-dini

Tuesday, December 10, 2013

Indonesia pertahankan penurunan emisi 26% di Warsawa

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mempertahankan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen saat menghadiri KOnferensi PBB untuk Perubahan Iklim ke-19 (COP19 UNFCCC) di Warsawa, Polandia, bulan November lalu.

Pemerintah Jepang secara resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi 25 persen dari emisi tahun 1990, menjadi 3,8 persen dari emisi tahun 2005. Australia menghapus beberapa kebijakan perubahan iklim mereka seperti Climate Change Authority, Clean Energy Finance Company, dan DOmestic Carbon Pricing Scheme.



"Sebagai warga dunia yang bertanggung jawab, kita harus menurunkan emisi," kata Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar saat mengadakan jumpa pers paparan hasil perundingan COP 19 di kantor DNPI, Selesa.

DNPI dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.
 
Apalagi, Rachmat melanjutkan, 78 persen dari komitmen 26 persen berada di Kementerian Kehutanan, yang mengalami kemajuan dalam mengurangi deforestasi.

"Saya yakin bisa melewati 26 persen without assistance," tambahnya.

Selain itu, Indonesia melalui Kementerian Perhubungan mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem trasnportasi massal yang ramah lingkungan (Sustainable urban Transport Initiative-Nationally Appropriate Mitigation Action/SUTRI NAMA). Indonesia akan mendapat bantuan dana dari Inggris dan Jerman di bawah NAMAs Facility.

Selain Indonesia, proposal dari Chili, Kosta Rika, dan Kolombia,juga turut didanai. Indonesia dan Kolombia merupakan negara pertama yang mendapat dukungan dari dunia internasional untuk kegiatan transportasi.

Menurut Kuki Soejachmoen, Sekretaris Kelompok Kerja Negosiasi Internasional DNPI, bentuk transportasi massal itu kemungkinan adalah non-motor maupun pedestrian. Tiga kota yang nanti menjadi pilot proyek ini adalah Medan, Manado, dan Batam.

United Nations Climate Change Conference 19 diadakan di Warsawa, Polandia, pada 11-23 November 2013. Dalam pertemuan itu, rachmat menyoroti ada empat keputusan penting yang dihasilkan yaitu masalah pendanaan perubahan iklim dapat segera dimobilisasi dengan tingkat kepastian tinggi di negara maju untuk meningkatkan aksi pengendalian iklim di negara berkembang, tuntutan dari negara berkembang terutama mekanisme loss and damage perubahan iklim baik yang bersifat ekstrim maupun slow on set, serta keputusan REDD+ yang bersifat teknis, pendanaan yang mencakup monitoring dan pelaporan.

"Ini merupakan tahapan untuk COP21 tahun 2015 di Paris. Kalau di Warsawa nggak ada rekomendasi, nothing happens," katanya.

Negara-negara pihak UNFCCC menyepakati pada COP21 nanti di Paris, Prancis, akan diadopsi suatu protokol, instrumen legal atau keputusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara pihak (applicable to all parties) sebagai basis kerangka kerja global baru untuk penanganan masalah perubahan iklim pasca tahun 2020. Draft kesepakatan pasca 2020 itu akan dirumuskan pada COP20 di Lima, Peru, tahun 2014.(*)

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/408894/indonesia-pertahankan-penurunan-emisi-26-di-warsawa

Wednesday, November 27, 2013

Konferensi iklim sepakati pengurangan buangan gas rumah kaca

Warsawa (ANTARA News) - Wakil pemerintah yang menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB di Warsawa, Jumat (22/11), menyepakati serangkaian keputusan mengenai cara mengurangi buangan gas rumah kaca akibat penggundulan dan degradasi hutan.



Kesepakatan mengenai apa yang disebut gagasan REDD+ tersebut didukung oleh janji 280 juta dolar AS dalam pendanaan dari Amerika Serikat, Norwegia dan Inggris, demikian isi pernyataan yang disiarkan oleh Konferensi itu.

"Saya bangga dengan prestasi nyata ini. Kita semua sadar tentang peran sentral yang dimainkan hutan sebagai penyerap karbon, penstabil iklim dan surga keragaman hayati," kata Presiden Konferensi itu Marcin Korolec.

Korolec memuji kesepakatan tersebut sebagai "sumbangan yang sangat besar bagi pelestarian hutan dan penggunaan berkesinambungan yang akan bermanfaat buat rakyat yang tinggal di dalam dan sekitarnya dan umat manusia serta planet ini secara keseluruhan", demikian laporan Xinhua.

Keputusan itu yang disahkan tersebut menyediakan bimbingan untuk menjamin persatuan lingkungan hidup dan memuluskan jalan ke arah penerapan penuh kegiatan REDD+ di lapangan, kata pernyataan itu.

Paket tersebut juga menyediakan dasar bagi transparansi dan integritas tindakan REDD+, memperjelas jalan bagi pendanaan kegiatan terkait dan cara meningkatkan koordinasi dukungan, tambahnya.

Kesepakatan itu diumumkan saat pembicaraan iklim selama dua pekan, yang bertujuan mempersiapkan kesepakatan iklim global yang dijadwalkan disepakati pada 2015, memasuki saat-saat akhir.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/406311/konferensi-iklim-sepakati-pengurangan-buangan-gas-rumah-kaca

Saturday, October 26, 2013

Kebijakan Emisi Karbon Picu Inovasi

Jakarta (ANTARA News) - Setiap aktivitas yang dilakukan dapat memicu timbulnya jejak karbon.

Jejak karbon adalah  jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya dalam periode tertentu.

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).



Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi  (DNPI) menjelaskan salah satu pemicu timbulnya emisi karbon adalah penggunaan lahan di Indonesia.

"Contoh konversi lahan mengakibatkan yang tadinya fungsi hutan menyerap (karbon dioksida), sekarang  daya serap menjadi berkurang," katanya pada acara "24 Hours of Reality: The Cost of Carbon" di @amerca, Pacific Place, Rabu malam.

Dari jumlah yang dihasilkan sekarang, menurut Farhan, bila tidak ada usaha untuk mengurangi emisi karbon, jumlahnya akan bertambah menjadi 2,9 Gt pada 2020.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.

Konsekuensi dari komitmen itu adalah semua kebijakan pemerintah seharusnya diarahkan ke pengurangan itu.

"Di dalam konteks perubahan iklim ada dua cara, dekarbonisasi yaitu mengurangi emisi karbon dan dematerialisasi," katanya.

Dematerialisasi misalnya dapat berupa pengurangan bahan atau mempersingkat proses produksi sehingga jejak karbon yang dihasilkan semakin pendek.

Proses mengurangi emisi karbon itu pun dapat memicu timbulnya inovasi dalam bidang industri.

Ia memberi contoh terhadap pecucian sepetong celana jeans yang membutuhkan 200 liter air sekali cuci.

Kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dapat menimbulkan inovasi material yang tidak membutuhkan air sebanyak itu untuk mencuci, misalnya.

"Ada peluang baru untuk produksi barang atau jasa sehingga rendah emisi tapi kita bisa pakai jeans tanpa khawatir," katanya memberi contoh.

Ia memberi contoh lainnya, dengan meningkatnya suhu dan naiknya tarif dasar listrik, muncul inovasi green-bulding yang dapat menurunkan konsumsi pemakaian listrik, seperti penggunaan pendingin ruangan dengan sensor yang dapat menyesuaikan suhu sesuai dengan keberadaan orang dalam ruangan itu.

Pembangunan gedung dengan banyak kaca pun akan membantu mengurangi penggunaan lampu saat jam kerja.

Mengurangi emisi karbon pun dapat dilakukan secara sederhana dan dimulai dari diri sendiri. Ia memberi contoh satu hal yaitu berjalan kaki dan penghematan kertas.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar menambahkan selalu membuang sampah pada tempatnya dan menggunakan gelas untuk berkumur ketika menyikat gigi juga merupakan hal sederhana yang dapat mengurangi emisi karbon.

"Kalau satu juta orang lakukan, penghematannya banyak," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401875/kebijakan-emisi-karbon-picu-inovasi

Monday, October 21, 2013

10 negara ikuti pertemuan kehutanan di Bali

Denpasar (ANTARA News) - Sebanyak sepuluh negara mengikuti pertemuan bertema "Megaflorestais the Architectur of Forest Governance in the 21 st Century" untuk membahas masalah kondisi hutan di masing-masing daerah yang diselanggarakan di Nusa Dua, Bali.

"Pertemuan ini diselenggarakan setiap tahun secara bergilir. Tahun 2012 digelar di Meksiko dan tahun ini Indonesia sebagai tuan rumah," kata Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto, di Nusa Bali, Senin.



Ia mengatakan kesepuluh negara tersebut antara lain China, Brasil, Peru, Meksiko, Amerika Serikat, Kongo, dan Indonesia sebagai penyelenggaraan kegiatan tahun ini.

"Masing-masing negara mempunyai permasalahan dalam melestarikan hutan lindung, hal itu dipicu kebutuhan konsumen akan kayu yang setiap tahunnya meningkat. Jadi kalau tidak ditangani dan diawasi secara ketat maka hutan pun akan terus berkurang karena pembalakan liar," ujar Bambang Soepijanto yang didampingi Kepala Dinas Kehutanan Bali, IGN Wiranata.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan penanganan hutan lindung di Indonesia sudah dilakukan secara maksimal, termasuk juga dalam perlindungannya ditetapkan dalam undang-undang.

"Indonesia sudah berupaya menangani pelestarian hutan lindung. Bahkan kita membuat hutan buatan, seperti hutan perkotaan. Tujuannya adalah pelesatarian kayu dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan," katanya.

"Saat ini sedikitnya ada delapan kabupaten dan provinsi yang telah memiliki perda terkait kehutanan. Walau demikian kita tidak pungkiri masih saja ada pembalakan liar di sejumlah daerah di Tanah Air," katanya.

Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan mengenai pelestarian hutan adat yang saat dapat dijadikan contoh adalah di daerah Papua dan di Bali, yaitu di Desa Adat Tenganan Pangringsingan, Kabupaten Karangasem.

"Karena kuatnya adat dan kepercayaan, maka hutan adat itu sampai saat ini masih tetap lestari. Jangankan menebang pohon dalam hutan tersebut. Untuk memunggut buahnya saja harus sepengetahuan aparat adat setempat. Misalnya memunggut buah kemiri," katanya.

Bila semua masyarakat berpikir untuk melestarikan hutan, maka akan berdampak pada kehidupan dan lingkungan alam, sebab hutan yang rimbun akan dapat menghasilkan oksigen yang sehat dan mampu menyerap karbondioksida.

"Jika hutan lindung tersebut lestari maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, sebab keberadaan hutan mampu menyerap karbondioksida atau CO2," katanya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/401347/10-negara-ikuti-pertemuan-kehutanan-di-bali

Tuesday, October 8, 2013

Indonesia kurangi risiko perubahan iklim dengan teknologi

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia, memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi salah satunya yang ditimbulkan dari perubahan iklim," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugihartatmo, di Jakarta Rabu dalam pembukaan workshop "Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors".

Dia menjelaskan, kawasan Asia Pasifik tahun 2012 merupakan wilayah paling rawan bencana di dunia. Sementara itu terjadinya bencana dinilai dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan bersangkutan.

Banyak kelompok rentan, seperti keluarga miskin, yang situasi kehidupannya menjadi semakin sulit jika terkena bencana.

Oleh karena itu, Negara-negara di ASEAN maupun di kawasan Asia Pasifik menyadari pentingnya memperkuat kerja sama dalam pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan menghadapi bencana.

"Pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat merupakan tantangan yang cukup serius dalam era perubahan iklim dan tingginya frekuensi kejadian bencana. Masyarakat yang perekonomian dan mata pencahariannya bergantung pada faktor iklim/cuaca seperti petani, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi semakin rentan," katanya.

Masyarakat, tambah dia, harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

"Untuk menghadapi perubahan iklim dan dampak-dampaknya, perlu segera mengintegrasikan dan mengarusutamakan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam program-program pembangunan nasional," katanya.

Sedangkan Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Dr Mustafa Imir, mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya regional ini adalah untuk menetapkan dasar mutakhir berkaitan dengan integrasi perubahan iklim, manajemen risiko bencana dan perikanan dan budidaya di negara-negara ASEAN.

Selain itu, mengkoordinasikan kegiatan, memperkuat kemitraan dan mengidentifikasi kesenjangan dan daerah prioritas bagi dukungan penyelenggara dan mitra kerja lainnya.

Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/398479/indonesia-kurangi-risiko-perubahan-iklim-dengan-teknologi

Wednesday, September 25, 2013

Wood Pellets : Tumpuan Energi Masa Depan

Dr. Ir. Yetti Rusli
Staf Ahli IV Bidang Lingkungan Kementerian Kehutanan RI
Siapa tak kenal tarian Gangnam-Style? Tarian menyerupai naik kuda yang dipopulerkan oleh Psy itu mewabah ke seluruh dunia. Sejatinya, tidak hanya demam Gangnam yang sedang melanda Korea Selatan. Negeri Ginseng-julukan Korea Selatan-itu pun sedang keranjingan wood pellets alias pelet kayu.

Hal ini mengemuka dalam seminar Biomass Pellets: Towards a new era of renewable energy yang dihelat oleh Kedutaan Besar Korea Selatan pada 5 September 2013. Dalam acara tersebut Duta Besar Korea Selatan di Indonesia Kim Young-Sun menyatakan bahwa Pemerintah Korea Selatan memandang wood pellets sebagai salah satu incaran dalam meningkatkan investasi bidang produk biomassa dari hasil produksi kehutanan di Indonesia. Bukan tanpa musabab Korea Selatan tertarik dalam mengembangkan investasi di bidang wood pellets. “Sejak 2008 Pemerintah Korea Selatan telah menerapkan kebijakan energi terbarukan,”tutur Young-Sun.  Walhasil pemanfaatan wood pellets selain memberi nilai tambah terhadap perbaikan lingkungan, menurut Young-Sun memberikan keuntungan ekonomis.


Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dalam Biomass Pellets : Towards a new era of renewable energy
Gran Melia Hotel, 5 September 2013
Duta Besar Korea Selatan
Kim Young-Sun
Senada dengan hal tersebut, Prof Prof Gyu-Seong Han dari Korea Association of Pellet menyoroti mengenai pertumbuhan konsumsi wood pellets di Korea Selatan yang terus melambung. Pada 2012 konsumsi wood pellets mencapai 174.000 ton. “Jumlah itu diperkirakan meningkat pada 2013 menjadi 500.000-630.000 ton ,” tutur Han. Seiring kebutuhan yang terus meningkat, Han menuturkan peluang impor dari negara lain pun terbuka lebar. Pada 2009, Korea Selatan mengimpor 12.043 ton. Jumlah itu meningkat menjadi 20.893 ton pada 2010 dan 29.678 ton pada 2011. “Pada 2012 mencapai 122.447 ton,” ungkap Han.

Prof Gyu-Seong Han


Sementara itu Dr. Yetti Rusli selaku Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan RI menekanankan mengenai pentingnya pemanfaatan energi terbarukan dalam mengatasi dampak ekologis perubahan cuaca. “Pemanfaatan wood pellets bisa menjadi salah satu solusi mengatasi  timbunan CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran fosil,” tutur Yetty. Selain itu Yetty pun menekanan mengenai potensi hutan rakyat dalam mensuplai kebutuhan bahan baku biomassa untuk kepentingan energi terbarukan.

Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh perusahaan Korea Selatan yang sudah bergerak dalam usaha pemanfaatan biomasa di Indonesia namun juga perwakilan investor. Demam wood pellets membuatnya digadang-gadang menjadi bahan bakar masa depan.

Berikut wawancara Dr. Ir. Yetti Rusli, M.Sc dengan salah satu stasiun TV Swasta :


Sumber :
http://greenmadura.or.id/2013/09/wood-pellets-tumpuan-energi-masa-depan/

Tuesday, September 17, 2013

PDRB Hijau Menghitung Kerusakan Lingkungan

Kamis, 24/07/2008 ~ BANDUNG, (PRLM).- Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di sektor kehutanan atau sektor lingkungan lainnya harusnya sudah menggunakan PDRB hijau. PDRB hijau adalah menghitung pendapatan tidak hanya dari produk fisik, seperti kayu atau hasil hutan nonkayu, namun juga kerusakan lingkungan bila suatu produk tersebut tidak ada.

Tuesday, September 3, 2013

Kearifan lokal perlu diterapkan untuk menjaga hutan

Palu (ANTARA News) - Pejabat Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Susilowati, mengatakan kearifan lokal perlu diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan agar manfaatnya bisa terus dirasakan masyarakat.

"Memang Tuhan menciptakan hutan untuk manusia tapi pemanfaatannya harus bijak," kata Susilowati saat peluncuran pemantauan REDD+ di Palu, Sabtu.



Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah ini mencontohkan di sebuah daerah di Thailand terdapat sebuah kelompok adat yang mengelola hutan dengan bijaksana.

Suku di daerah Chiang Mai itu memiliki populasi sekitar 105 orang dan selama 200 tahun tidak mengalami pertumbuhan penduduk secara signifikan.

"Mereka mengelola hutan dengan baik dengan kearifan lokal yang dimiliki," katanya.

Dia menuturkan, tali pusat setiap anak yang baru lahir dililitkan di sebuah pohon kecil, dan setelah anak itu berusia lima tahun akan diberitahu oleh orangtuanya, "Ini pohonmu, kau harus menjaganya sampai besar."

Setiap pohon di suku pedalaman itu diberi nama sesuai anak yang baru lahir.

"Ini luar biasa, dan harus dicontoh," kata Susilowati.

Berbeda dengan warga yang tinggal di kawasan hutan Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi.

Awalnya penduduk di Dongi-Dongi yang berada di kawasan hutan berjumlah sekitar 100 orang, dan kini sudah bertambah menjadi 1.000-an orang. Mereka merambah hutan untuk keperluan hidup, seperti bercocok tanam, dan perumahan.

"Kalau ini dibiarkan maka hutan di sekelilingnya akan habis," katanya.

Saat ini luas hutan di Sulawesi Tengah mencapai 4,1 juta hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan satu kota. Dari luas tersebut, terdapat 288,5 ribu hektare lahan kritis, dan satu juta hektare hutan berpotensi kritis.

"Butuh puluhan tahun untuk merehabilitasi hutan berpotensi kritis itu," ujar Susilowati.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/393278/kearifan-lokal-perlu-diterapkan-untuk-menjaga-hutan